JAKARTA,-Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat, Ir. H. Herry Dermawan melalukan webcast pada channel Bincang-bincang Tipis bersama Erman Tale Daulay, mengupas masalah usaha ternak ayam yang belakangan ini sedang tidak baik-baik saja.
Herry Dermawan menyampaikan bahwa “bisnis ternak ayam dalam dua tahun ini sedang tidak baik-baik saja. Karena, peternak dalam 24 bulan hanya untung kira-kira lima bulan, yang 19 bulan lagi kena rugi”, Ungkapnya.
“Kenapa rugi, karena harga jualnya dibawah harga produksi. Harga jual murah, karena kita sinyalir kelebihan produksi (over produksi)”, Tambahnya.
Sebetulnya ada beberapa aturan, kata Wakil Ketua DPW PAN Jabar “Baik dari Kemen PAN, dari Badan Pangan Nasional bahkan dari Kementerian Perdagangan bahwa pemerintah itu wajib menjaga keseimbangan supply dan demand”, Ucapnya
“Kebutuhan ayam di Indonesia kita perkiraan 50 juta ekor per minggu, tetapi produksi bibit ayam perkiraan mencapai 70 juta, jadi ada kelebihan 20 juta ekor bibit ayam per minggu. Nah ini semua harus seimbang, antara supply dan demandnya, Kata Herry.
Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) mengatakan “Kebutuhan akan daging ayam ini kan kebutuhan sekunder, tapi kalau pemerintah mau bisa saja memasukkannya ke dalam BPNT atau Bantuan Pangan Non Tunai”, Ucapnya.
“Kita bayangkan saja kalau penerima BPNT diberikan ayam setengah kilo saja, itu akan meningkatkan permintaan, kenapa daging ayam adalah sumber protein,” tandasnya.
Jadi, berdasarkan yang kita alami pemerintah hanya melihat harga ayam di pasar, tapi tidak melihat harga di peternak. Harga di peternak misalnya Rp17 ribu kemudian harga di pasar Rp35 ribu, bukan berarti langsung untung Rp18 ribu, Ungkap Ketua Umum GOPAN.
“Ayam peternak itu dibawa ke pasar lalu dipotong, dibersihkan bisa susut 30 persen, artinya harga Rp17 ribu di kandang susut 30 persen berarti dipasar seharusnya Rp24 ribu sampai Rp25 ribu lah. Tapi yang terjadi sekarang adalah Rp35 ribu. Jadi, harga yang tinggi ini tidak dinikmati oleh peternak dan hanya dinikmati pedagang,” katanya.
“Jika di peternak Rp17 ribu harusnya dipasar Rp25 ribu. Kenapa di pasar terjadi seperti itu, karena di pasar itu para pedagang hanya jual 100 sampai 200 ekor saja”, Ucapnya.
“Mereka hanya menargetkan, kalau untung sedikit tidak menutup biayanya dan mereka itu beranggapan kalau menurunkan harga, nanti ketika harga naik susah lagi”.
“Dan satu hal lagi, Pemerintah kita gembar-gembor bahwa ketahanan pangan kita bagus kita akui bagus dan surplus. Tapi jangan lupa di balik surplus itu banyak petani dan peternak yang berdarah-darah,” Katanya.
“Dengan kondisi seperti ini, lanjut Herry sudah ada 60 sampai 70 persen peternak ayam yang istirahat. Peternak ayam sudah tidak kuat, tapi jangan lupa bahwa di Indonesia ini ada peternak konglomerat dan ada peternak rakyat”, Ungkapnya.
“Peternak rakyat itu omzetnya tentu akan diambil oleh peternak konglomerat. Sekarang kenyataan pahit yang diterima peternak adalah, harga di kalangan peternak Rp17 ribu sementara biaya produksinya sudah mencapai Rp21 ribu, yang ada justru merugi”, Ucapnya.
“Peternak rakyat saat ini sudah tidak kuat, bahkan sudah ada yang berhadapan dengan hukum, karena rugi terus dan mereka tidak bisa membayar pakan. Jadi perusahaan pakan sudah banyak yang melakukan upaya hukum untuk menagih uang pakan dan ini sangat disayangkan”, Tambahnya.
“Solusi yang kita tawarkan sebenarnya sangat sederhana, yaitu supply dan demand harus seimbang,” Tandasnya.
# Usaha Ternak Ayam Usaha Ternak Ayam
(Adhmia)*
Referensi:
mediasumutku.com
vt.tiktok.com