CIAMIS, (GNC);- Sejumlah warga Kabupaten Ciamis melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor ATR/BPN, dengan tuntutan penyelesaian tumpang tindih Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) atas beberapa lahan, pada Selasa (28/05/2024).
Tuntutan pada aksi tersebut diantaranya, HGU di Kab. Ciamis dasarnya harus jelas, Siapa yang mengelola HGU, dan sejauh mana perpanjangan terjadi (mana tanah negara, mana tanah perkebunan).
Andi Ali Pikri selaku Kordinator aksi mengatakan bahwa kita harus paham akan asal usul tanah adat sebagai bagian dari sejarah.
“Zaman dahulu, kerajaan-kerajaan memberikan tanah untuk dikelola masyarakat. Tapi lambat laun itu menjadi hilang, dan bisi dilihat dari kapan berdirinya BPN jadi durasi umurnya keliahatan,” Tuturnya.
“Dari abad 18 menuju 19 pun, kejadian kecamatan sudah ada membuat sertifikat, namun hingga kini, tanah tersebut masih dalam status tanah adat,” Imbuhnya.
Ia menjelaskan, apa itu tanah merah dan sampai saat ini tidak bisa diperjual belikan.
“Tanah merah itu apa? Tanah merah itu tanah adat (tanah bengkok), dimana untuk biaya kuwu. Sampai hari ini tidak bisa disertifikatkan dan tidak bisa diperjual belikan. Dan kita tidak tahu sirkulasi anggaran itu permainannya dari tanah penjaminan-penjaminannya,” Tegasnya.
baca juga: 485 Siswa Kelas XII SMKN 2 Ciamis Dilepas
Ia menyoroti masalah Hak Guna Usaha (HGU) di Ciamis, dan telah dimasukkan ke dalam sistem perbankan.
“Dan yang mengerikan HGU di Ciamis itu sudah masuk di perbankan, dan sudah habis di tahun 2022,” Ujarnya.
Lebih lanjut, dirinya menyampaikan keprihatinan terhadap kasus tanah di Pasir Cikolotok, Purwodadi yang mengadu domba masyarakat, yang pada akhirnya mengalami kesulitan dalam mencari mata pencaharian.
“Kasihan mereka sudah bercocok tanam mencari kehidupan, dijanjikan banyak hal dan ini jadi masalah bagi kami,” Kata Andi.
Dijelaskannya, bahwa tanah yang dikelola oleh PTPN VIII merupakan tanah adat, sementara tanah pegunungan merupakan milik negara yang dikelola oleh Perhutani.
Namun, status tanah tersebut masih belum jelas, dengan beberapa lahan yang membayar pajak tahunan oleh dua pemilik yang berbeda.
“Kita lagi inflasi, krisis sedang merajalela. Tanah lah yang menjadi aset mereka untuk mereka bisa aktif,” Jelasnya.
Ditanyakanya, keberadaan tanah itu apakah ada sertifikatnya, kalaupun ada minimal harus ada stempel singanya.
“Kalaupun ada sertifikatnya minimal ada stempel singanya. Dan stempel singa itu siapa yang memiliki ya jaman Belanda,” Tegasnya.
Dia bahkan menyebut ada yang membayar SPPT tahunan di satu lahan oleh dua orang.
“Saya punya sertifikat lahan, anda punya sertifikat lahan. Lahannya sama dan bayar SPPT di lahan yang sama. Itu sangat tidak masuk akal,” Tandas Andi.
Kata Andi, sampai saat ini belum ada titik temu dan lanjutan, karena Kepala BPN belum ada karena sedang melakukan kunjungan kerja.