CIAMIS, (GNC); – Ternyata akhir-akhir ini pemerintah merencanakan akan melarang platform penjualan online atau e-commerce menjual barang impor senilai kurang dari US$100 atau sekitar Rp1,5 juta (kurs Rp15.000 per dolar AS).
Bahwa rencananya hal itu akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50/2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang pada saat ini masih berproses.
Sehingga para pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah yang tergabung dalam Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) pun buka suara tentang menanggapi kabar ini.
Ketua Umum AKUMANDIRI Hermawati Setyorinny mengatakan pihaknya menyambut baik upaya pemerintah dalam merevisi Permendag 50/2020 terkait pelarangan linntas negara (cross border) dan penetapan harga minimum barang yang boleh diimpor.
“Baguslah. Saya sangat menyambut baik, karena tujuannya kan untuk melindungi produk dalam negeri sendiri, khususnya UMKM,” ucarnya, Jumat (28/7/2023).
Meski demikian, Hermawati meminta agar pemerintah juga mengimbanginya dengan pengawasan yang ketat pada e-commerce.
“Hanya saja saya minta diimbangi juga adanya pengawasan yang ketat dan bentuk sanksinya,” tuturnya.
Selain itu, Hermawati pun berharap agar Kementerian/Lembaga tetap melakukan kegiatan pembinaan, pendampingan dan pengembangan kepada UMKM, supaya produknya tidak kalah bersaing dengan produk impor.
“Juga tetap Kementerian/Lembaga terkait lebih banyak melakukan kegiatan pembinaan, pendampingan dan pengembangan kepada umkm agar produknya tidak kalah bersaing dengan produk impor,” harap dia.
Untuk diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut harmonisasi revisi Permendag No 50/2020 yang akan mengatur perdagangan digital dijadwalkan final pada 1 Agustus 2023 mendatang.
“Permendag Nomor 50/2020 sudah kita bahas lama. Namanya permendag itu kan harus diharmonisasi antar Kementerian, kita cepat, tapi yang lain kan banyak, lamban, pelan gitu ya,” kata Zulhas.
“Nah sekarang sudah selesai semua, sudah berada di Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Ham), dijadwalkan tanggal 1 Agustus harmonisasi final, mudah-mudah cepat,” lanjutnya.
Adapun revisi yang diusulkan pada Permendag 50/2020 ini, kata Zulhas ada tiga usulan. Pertama, penjualan produk lokapasar (marketplace) dan platform digital atau social commerce harus melalui izin dan pengenaan pajak yang sama.
“Marketplace platform digital itu harus sama dengan UMKM lainnya, izin, pajak harus sama, kalau masuk barang harus bayar pajak. Kalau jualan kan ada pajaknya, jangan sampai nanti yang platform digital nggak bayar pajak, mati dong kita,” ujar Zulhas.
Kedua, Zulhas mengatakan platform digital tidak diperbolehkan menjadi produsen atau menghasilkan barangnya sendiri.
“Produsen biar yang lain (saja), dia kan platform. Misalnya, TikTok bikin sepatu merek TikTok, itu gak boleh. Itu saya usul begitu, enggak boleh sekaligus produsen,” jelasnya.
“Kalau dia mau bikin sepatu ya silahkan, tapi perusahaannya yang lain. Jadi tidak diborong semua oleh satu platform digital itu,” tambah dia.
Sementara usulan yang ketiga, Zulhas meminta agar ditetapkan harga minimum barang impor sebesar US$100 atau Rp1,5 juta. Hal ini agar sejalan untuk melindungi UMKM dari serbuan masuknya produk-produk dengan harga yang sangat murah, Katanya. (Arinzona)***
Sumber: www.cnbcindonesia.com