CIAMIS, LIFESTYLE, (GNC); – Fenomena fatherless atau ketidakhadiran sosok ayah dalam keluarga merupakan salah satu hal serius yang terjadi di Indonesia. Ketimpangan peran yang banyak terjadi dalam pengasuhan orang tua terhadap anak, khususnya ketidakhadiran peran ayah, menyebabkan Indonesia disebut sebagai negara dengan fatherless ke-3 di dunia.
Fatherless bukan hanya soal kehadiran atau keterlibatan secara fisik antara ayah dengan anak namun juga dari segi psikologis. Ketika seorang anak tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah, itu dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada perkembangan fisik, emosional, dan sosialnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena ini terjadi di Indonesia, diluar faktor yang disebabkan meninggal dunia atau yatim. Salah satunya adalah budaya patriarki yang sangat dominan di masyarakat. Dimana seorang ayah adalah sosok pencari nafkah utama di keluarga, sedangkan ibu bertugas untuk mengurus anak dan rumah tangga. Terlebih jika sang ayah bekerja di luar kota bahkan di luar negeri. Padahal tanggung jawab dalam mendidik dan membesarkan anak adalah kewajiban kedua orang tua.
Tonton juga:
Selain itu, perceraian dan keluarga tidak utuh juga menjadi faktor penyebab fatherles. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Ciamis, pada bulan Juli 2023 terdapat 15 perkara perceraian baru yang masuk ke PA Ciamis. Konflik pernikahan dan perceraian dapat mengakibatkan ayah meninggalkan keluarga atau kehilangan kontak dengan anak-anak mereka.
Ayah dan Ibu mempunyai peran yang sama penting bagi perkembangan anak. Hilangnya salah satu figur tersebut dan menimbulkan ketimpangan dalam perkembangan psikologi anak. Beberapa dampak negatif yang umumnya terjadi adalah:
Baca juga: Pandawara Group Sukses Membuat Publik Kagum
Masalah Emosional: Anak-anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah seringkali mengalami masalah emosional seperti rendahnya penghargaan atas diri sendiri atau self-esteem, kecemasan, depresi, dan tidak percaya diri.
Gangguan Perilaku: Ketidakstabilan keluarga dan ketiadaan peran ayah dapat menyebabkan anak-anak cenderung mengalami gangguan perilaku seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku agresif, karena kurang memiliki contoh teladan yang baik.
Prestasi Akademik yang rendah: Anak-anak tanpa ayah seringkali mengalami kesulitan dalam prestasi akademik. Ketidakhadiran ayah dapat menghambat motivasi mereka untuk belajar dan mengarah pada tingkat absensi yang lebih tinggi dan penurunan prestasi secara keseluruhan.
Masalah Sosial: Anak-anak yang tumbuh tanpa ayah juga rentan terhadap masalah sosial seperti pergaulan yang buruk, kekerasan, dan terlibat dalam kegiatan negatif. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membangun identitas sosial dan menghadapi tekanan sosial.
Maka dari itu, Ayah diharapkan ikut serta bersama Ibu dalam mendampingi perkembangan dan pengasuhan dengan membangun keterikatan yang kuat dengan anak disela kesibukan menjalankan peran sebagai pencari nafkah, dengan cara berikut:
- Mengajarkan anak untuk memecahkan masalah dengan solusi yang tepat.
- Mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup sebagai bekal anak di masa depan.
- Menjadi teman bermain bagi anak, terutama untuk permainan fisik.
- Melakukan aktivitas bersama seperti olahraga, membaca buku, berkebun dan saling bercerita.
- Mengajarkan anak membedakan perilaku benar dan salah, serta memahami konsekuensi atas perilaku yang dilakukan.
- Mengajarkan tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan keluarga, seperti bersama-sama melakukan pekerjaan rumah.
- Mengajarkan dan memberikan contoh moral dan tata krama agar anak dapat bertindak lebih bijak.
Menjelang peringatan Hari Anak Nasional bulan Juli ini, diharapkan anak Indonesia mendapatkan perlindungan dan jaminan pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh dari kedua orangtua. Masa depan bangsa Indonesia pun berada di tangan anak-anak saat ini. Semakin baik kualitas anak saat ini maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. (Dewi)***