CIAMIS, RAGAM, (GNC);- Kekeringan adalah suatu periode panjang ketika suatu daerah kekurangan pasokan air. Umumnya, kekeringan terjadi ketika suatu daerah tidak menerima curah hujan atau kurang dari biasanya secara terus-menerus.
Dalam buku Tafsir Ilmi ‘Air dalam perspektif Alquran dan Sains’ yang disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan mengenai kekeringan di Bumi.
Kekeringan bisa berdampak terhadap lingkungan dan pertanian daerah yang dipengaruhinya. Kekeringan yang berkepanjangan dapat merusak dan membahayakan ekonomi suatu daerah, walaupun hanya terjadi dalam setahun, belum lagi bila terjadi dalam beberapa tahun terus-menerus.
Periode kekeringan yang panjang sejak zaman dahulu telah menyebabkan terjadinya migrasi penduduk, dan memegang peranan kunci pada peristiwa-peristiwa perpindahan manusia dan krisis-krisis kemanusiaan pada sejarah peradaban manusia, seperti yang pernah terjadi di bagian tanduk Afrika Utara dan daerah Sahel.
Pada umumnya curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh dua hal, jumlah uap air di udara dan daya dorong yang menyebabkan gerak naik kelembapan tersebut. Jika salah satu dari keduanya berkurang, terjadilah kekeringan.
Keadaan ini umumnya dipicu oleh berkurangnya perbedaan tekanan udara dan peredaran angin di darat, sedangkan berkurangnya penguapan air di laut lebih jarang terjadi. Siklus interaksi kondisi atmosferik dan oseanik, seperti halnya El Nino (ENSO) menyebabkan kekeringan terjadi secara periodik, utamanya di daerah-daerah sekitar samudra pasifik.
Aktivitas manusia dapat secara langsung memicu kekeringan, seperti irigasi besar-besaran dan intensifikasi pertanian dalam skala luas, pembalakan hutan dan erosi yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kemampuan lahan untuk menangkap dan menahan air.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu,” Surah Al-Hadid Ayat 20.
Salah satu peristiwa kekeringan yang diceritakan di dalam Alquran adalah yang terjadi ketika Nabi Yusuf sedang berada di Mesir. Kekeringan yang terjadi pada masa Nabi Yusuf bukanlah kejadian yang lazim terjadi, karena terjadi selama 7 tahun berturut-turut.
baca juga: 5 Buah yang Tertulis di Al Quran, Terbukti Khasiatnya
Bahkan kekeringan tersebut tidak saja melanda Mesir, tetapi sampai pula di Palestina, tempat ayah Nabi Yusuf, Nabi Yakub, menetap sebelum akhirnya bermigrasi ke Mesir. Sumber air Mesir berasal dari Sungai Nil yang mata airnya sangat jauh di selatan.
“(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya”. Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur,” Surah Yusuf Ayat 46-49.
baca juga:
Tidur di Mesjid Mendapatkan Pahala atau Dosa?
Dewasa ini, siklus kekeringan yang dipengaruhi oleh mekanisme iklim global, yaitu ENSO (El Nino South Oscillation) di Samudra Pasifik dan IOD di Samudera Hindia, memang terjadi dalam periode perulangan rata-rata selama 7 tahun.
Pada periode perulangan tersebut lazimya hanya terjadi satu kali tahun kering yang berat, dan umumnya disusul oleh satu tahun basah (La Nina), bukannya 7 tahun kering secara terus-menerus. (Galih)***