MASYARAKAT Indonesia dibuat kegirangan dengan vonis mati yang dijatuhkan pada Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Setelah persidangan panjang, akhirnya Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso, memvonis hukuman mati Ferdy Sambo pada Selasa (14/2/2023). Persidangan ini berlangsung selama hampir empat bulan yang dimulai sejak 17 Oktober 2022.
Tak berselang lama dari vonis tersebut, Hotman Paris mengunggah video tentang hukuman mati yang terdapat dalam KUHP baru yakni pada Pasal 100 Ayat 1. Pasal tersebut mengungkapkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun jika: A. Rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, atau B. Peran terdakwa dalam tindak pidana, dan C. Ada alasan yang meringankan.
Melalui video yang diunggahnya, Hotman Paris menjelaskan mengenai pasal tersebut bahwa meskipun vonis mati sudah diberikan oleh hakim, terpidana tidak bisa dieksekusi dengan segera. Pelaksanaan eksekusi harus menunggu 10 tahun masa percobaan, di mana terpidana dinilai berkelakuan baik atau buruk. Hotman menambahkan, jika aturan tersebut berlaku maka terpidana akan berani membayar mahal surat keterangan kelakuan baik dari kepala lapas demi terlepas dari hukuman mati.
Baca Juga: Satreskrim Polres Ciamis Ungkap Kasus Penganiayaan Anak
Dilansir dari Republika, pakar hukum pidana Prof Mudzakkir mengungkapkan potensi Ferdy Sambo lolos dari pidana mati akibat implementasi KUHP baru. Ia menilai hal tersebut dapat menjadi antiklimaks setelah vonis mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo menjadi harapan masyarakat akan penuntasan kasus ini. Lebih lanjut, penuntasan kasus ini menjadi harapan masyarakat akan keadilan di Indonesia. Mudzakkir mengingatkan hakim untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam kasus ini karena masyarakat memberikan perhatian besar terhadap vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Terlebih masyarakat tampak puas dengan adanya putusan tersebut.
Meskipun dalam KUHP yang baru disahkan akhir tahun lalu tersebut dicantumkan bahwa vonis mati bisa berubah jika terpidana berkelakuan baik, aturan tersebut tidak berlaku jika putusannya bukan pidana mati bersyarat. Dengan demikian, vonis mati yang dijatuhkan adalah vonis mati murni. Tetapi, vonis mati murni pun masih bisa mendapat keringanan jika memenuhi Pasal 101 KUHP yang baru. Dalam pasal tersebut disebutkan jika jaksa tidak mengeksekusi mati terpidana dalam waktu 10 tahun, maka pidana mati berubah jadi pidana seumur hidup. (Hasna)***