CIAMIS: H Herdiat Sunarya memang identik dengan PSGC. Ya, bagi pencinta sepak bola Tatar Galuh Herdiat Sunarya adalah orang yang mengangkat nama Ciamis lewat sepakbola. Masih ingat saat PSGC membuat kejutan? Ketika itu skuad Persib Bandung harus menyerah pada laga uji coba Liga Super Indonesia 2015 dan saat itu PSGC Ciamis jadi terkenal.
Bukan itu saja PSGC Ciamis pernah menahan imbang Persib pada laga uji coba Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016 dan nyaris lolos Liga Indonesia. Ada lagi Herdiat Sunarya berhasil membawa Laskar Ciung Wanara berlaga di Piala Presiden 2015, Divisi Utama Liga Indonesia ISC B 2016, tetapi berakhir di fase grup Liga 2 Indonesia 2017.
Menariknya saat Piala Presiden yang ditayangkan TV Sawsta Nasional, stadion Galuh Ciamis mendapat pujian. Meski hujan lapangan tetap layak untuk pertandingan. Kehebatan Stadion Galuh tersebut sempat mendapt pujian dari Menpora Imam Nachrowi.
Luar biasa, di Ciamis ada stadion yang megah semacam ini. Lapangannya bagus. Sudah pantas ada event sepakbola nasional di sini,” ujar Menpora Imam Nacrowi setelah menyaksikan kondisi Stadion Galuh Ciamis luar dalam berikut sempat pula memeriksa kondisi rumput lapangan.
Menpora tak menyangka meski cukup jauh dari Bandung apalagi Jakarta, ternyata Ciamis punya stadion yang representative dan layak untuk menggelar pertandingan sepak bola setingkat liga LSI. “Mudah-mudahan tahun ini PSGC lolos ke ISL, sekelas dengan Persib,” ujar Menpora.
Jangan anggap enteng sepakbola. Prestasi Herdiat Sunarya mengangkat sepakbola Ciamis tak boleh dipandang sebelah mata. Dengan sepakbola suatu daerah bisa jadi terkenal dan tentunya dampaknya bisa membawa berkah untuk mendongkrak perekonomian rakyat. Sebagai contoh, kita mengenal Argentina atau Brazil karena sepakbolanya. Artinya begitu orang mengatakan Argentina pasti bilang Leonel Messi atau Maradona. Begitu pun di Brazil bahkan di negara Amerika Latin itu sepakbola menjadi semacam agamanya warga di sana. Sepakbola sudah menjadi industri.
Menyadari hal tersebut Herdiat Sunarya yang memang pegila sepakbola berusaha keras membangkitkan sepakbola Ciamis. Dia mengambil alih manajemen PSGC yang sempat vakum. Vakumnya kepengurusan PSGC banyak penyebabnya salah satunya karena kurang profesionalnya manajemen dan kurang dana. Ibarat penyakit kronis, kondisi PSGC ketika itu sangat mengkhawatrikan PSGC terdegradasi di divisi III.
Pelan namun pasti Herdiat dan manajemen baru PSGC membenahi tim. Perhatian Herdiat kepada PSGC sangat luar biasa bahkan dia rela nongkrongin skuad saat latihan dan mengeluarkan dana pribadi saat skuad PSGC kekurangan dana untuk akomodasi.
Bahkan pada sebuah kesempatan mantan Sekretaris Ciamis itu mengatakan, tak pernah bisa tidur kalau PSGC belum memenangi pertandingan. Makanya berkat keseriusannya membenahi PSGC, prestasi PSGC meningkat. Bertengger
di divisi utama. Untuk mencapai hal itu memang tak mudah.
Prestasi yang diperoleh PSGC tersebut tentunya melalui proses perjalanan yang panjang. Kemajuan sepakbola itupun tidak terlepas dari dukungan masyarakat. Selain itu, tidak lepas juga dari peranan manajemen PSGC yang profesional dan peduli terhadap kemajuan sepakbola Ciamis.
”Saya Jujur pada waktu itu kita berfikir harus menyelamatkan skuad laskar galuh dari coretan hitam. Akhirnya 2006 kita ikut berlaga di divisi tiga. Itu pun dengan pemain seadanya (pemain gacong) tidak ada yang namanya seleksi pemain, karena awalnya hanya asal ikut saja untuk menyelamatkan sepakbola Ciamis,” ujarnya
Cikal bakal majunya kembali skuad laskar galuh, imbuh Herdiat, juga tidak terlepas dari adanya dorongan Iwan Karo. Pada waktu itu Iwan karo dipercaya sebagai pelatih ketika berlaga di divisi III.
Selanjutnya, di tahun 2009, akhirnya skuad laskar galuh lolos ke divisi dua, di bawah pelatih Iwan Sunarya. Dan 2012 akhirnya lolos ke divisi satu sampai dengan tahun 2013. Dengan hanya bertahan satu musim di divisi satu, skuad laskar Galuh menunjukan permainan terbaiknya pada masyarakat Ciamis.
“Dibuktikan di divisi satu, PSGC memperoleh peringkat ke tiga, dan berlaga di divisi utama bisa menembus 16 besar. Pencapaian prestasi sepak bola sudah pasti harus dilandasi dengan kerja, tidak hanya dengan berdasarkan tata cara dan literature dan pengelolaan manajemen saja, tetapi juga didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi objektifnya,” tandasnya.
Keberhasialan skuad PSGC, menurut Herdiat, dibangun salah satunya dengan adanya rasa kekeluargaan, baik menejemen, kepelatihan ataupun pemain. Rasa kekeluargaan tersebut dibangun atas dasar kecintaan pada sepakbola.
”Sekarang kita sudah memasuki 16 besar. Kita tidak muluk-muluk. Target minimal, kita tetap bertahan di Divisi utama. Artinya tidak kembali ke divisi satu atau Liga Nusantara,” katanya. (rev)