BANDUNG-Pasca beredarnya surat keputusan (SK) pengusungab Ridwan Kamil-Daniel Mutaqien Syafiuddin oleh DPP Partai Golkar membuat Dedi Mulyadi melakukan manuver-manuver, yang kemungkinan memicu antipolitik di kalangab elit Partai Golkar.
Beberapa waktu lalu, DPP Partai Golkar menerima tekanan dari kader Golkar di Jabar untuk menetapkan SK pengusungan Dedi Mulyadi sebagai cagub Jabar. Bahkan, belum lama ini, mereka menyampaikan desakan tersebut lewat aksi unjuk rasa yang digelar di Kantor DPD Partai Golkar Jabar.
Desakan kader Golkar Jabar tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan manuver Dedi Mulyadi yang menemui Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pakar Agung Laksono, dan Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tanjung.
Pasca pertemuan, pengurus dan kader Golkar Jabar kembali menggeruduk kantor DPP Partai Golkar di Jakarta untuk menyampaikan tuntutan yang sama, Senin (2/10/2017). Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jabar MQ Iswara menjelaskan, kehadiran pengurus dan kader Golkar Jabar bukan bertujuan untuk menekan DPP Partai Golkar agar menetapkan Dedi Mulyadi sebagai cagub Jabar. Kehadiran mereka, kata Iswara, sebagai bentuk dukungan kepada Dedi Mulyadi secara spontan.
“Tidak ada emosilah, ini hanya reaksi spontan dari ketua ketua DPD II. Kita diterima dengan baik oleh Nurdin Halid (Ketua Harian DPP Partai Golkar), Idrus Marham (Sekjen DPP Partai Golkar),” kata Iswara melalui sambungan telepon selulernya, Senin (2/10/2017).
Menurut Iswara, dalam pertemuan dengan elit Partai Golkar tersebut, muncul aspirasi agar Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto segera diberikan kesehatan. “Kedua, rekomendasi calon gubernur untuk Pilgub Jabar segera dikeluarkan untuk Dedi Mulyadi,” akunya.
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Firman Manan menilai, manuver Dedi Mulyadi yang memilih berhadapan-hadapan dengan elit DPP Partai Golkar memicu timbulnya antipati politik. Padahal, sebagai bakal calon kepala daerah, Dedi Mulyadi seharusnya membangun komunikasi politik terhadap internal maupun eksternal partai.
“Kandidat tidak cukup mengandalkan popularitas, penting membangun komunikasi politik yang baik dengan partai karena partai itu jalur utama untuk masuk pilkada,” jelas Firman.
Menurut Firman, seluruh parpol kini tengah mengatur pola rekrutmen hingga penetapan calon kepala daerah oleh pengurus pusat. Karena itu, membangun komunikasi politik dengan pengurus pusat mutlak diperlukan oleh kandidat kepala daerah, termasuk Dedi Mulyadi.
“Popularitas memang penting, tapi jangan abaikan komunikasi dengan DPP. Status Dedi Mulyadi ini memiliki problem membangun komunikasi dengan elit pusat. Langkah demo secara internal partai kurang baik. Justru elit sebagai pengambil keputusan menjadi antipati,” papar Firman. (Sumber : Sindonews.com)